Islam, Rahmat Bagi Alam Semesta

Gunakan tanda panah di sudut kanan bawah halaman untuk melanjutkan penelusuran artikel dalam kategori ini
Showing posts with label Kitab Hadits. Show all posts
Showing posts with label Kitab Hadits. Show all posts

Tuesday, June 12, 2018

Kitab Bulughul Maram



BULGHUL MARAM, atau Bulugh al-Maram min Adillat al-Ahkam, disusun oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (773 H - 852 H). Kitab ini merupakan kitab hadis tematik yang memuat hadis-hadis yang dijadikan sumber pengambilan hukum fikih (istinbath) oleh para ahli fikih. Kitab ini termasuk kitab fikih yang menerima pengakuan global dan juga banyak diterjemahkan di seluruh dunia.

Deskripsi
Kitab Bulughul Maram memuat 1.371 buah hadis. Di setiap akhir hadis yang dimuat dalam Bulughul Maram, Ibnu Hajar menyebutkan siapa perawi hadis asalnya. Bulughul Maram memasukkan hadis-hadis yang berasal dari sumber-sumber utama seperti Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa'i, Sunan Ibnu Majah, dan Musnad Ahmad dan selainnya.

Kitab Bulughul Maram memiliki keutamaan yang istimewa karena seluruh hadis yang termuat di dalamnya kemudian menjadi fondasi landasan fikih dalam mazhab Syafi'i. Selain menyebutkan asal muasal hadis-hadis yang termuat di dalamnya, penyusun juga memasukkan perbandingan antara beberapa riwayat hadis lainnya yang datang dari jalur yang lain. Karena keistimewaannya ini, Bulughul Maram hingga kini tetap menjadi kitab rujukan hadis yang dipakai secara luas tanpa mempedulikan mazhab fikihnya.

Metode penyusunan
Metode yang digunakan oleh Ibnu Hajar dalam menyusun kitab ini ialah dengan metode tematis (maudhu’i) berdasarkan tema-tema fikih, mulai dari Bab Bersuci (Thaharah) sampai Bab Kompilasi (al-Jami’). Ia menyeleksi beberapa hadis dari kitab-kitab shahih, sunan, mu’jam, dan al-Jami yang berkaitan dengan hukum-hukum fiqih.

Sistematika kitab Bulughul Maram sebagai berikut:

  • Terdiri dari 16 bab mulai dari Bab Bersuci (Kitab at-Thaharah) sampai Bab Kompilasi (Kitab al-Jami’), setiap bab terdiri dari beberapa sub-bab. 
  • Memuat sebanyak 1596 buah hadis sahih, hasan, bahkan dha’if yang bertemakan fikih. 
  • Memotong (ta’liq) rangkaian sanad, kecuali pada tingkat sahabat dan mukharrij. 
  • Terkadang menyertakan jalur-jalur periwayatan hadis secara ringkas dan menyebutkan tambahan-tambahan redaksi dari riwayat lainnya dan menjelaskan statusnya. 
  • Menjelaskan status hadis-hadis yang lemah (padanya ada kelemahan, sanadnya lemah... dsb.) atau dengan keterangan ulama, seperti "dilemahkan oleh Abu Hatim, dll.". 
  • Dalam hal penguat hadis, Ibnu Hajar menyertakan keterangan ringkas yang hanya mencantumkan sanad saja tanpa mengulang isi matan. 
  • Ibnu Hajar menggunakan istilah tertentu dalam penyebutan yang mengeluarkan hadis (mukharrij), yakni: 
  1. Rowahu as-Sab'ah untuk hadis yang diriwayatkan oleh tujuh Imam dalam ilmu Hadis, yaitu Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzy, Nasa’i dan Ibnu Majah 
  2. Rowahu as-Sittah untuk hadis yang diriwayatkan oleh tujuh Imam selain Ahmad 
  3. Rowahu al-Khamsah untuk hadis yang diriwayatkan oleh tujuh Imam selain Bukhari-Muslim 
  4. Rowahu al-Arba'ah untuk hadis yang diriwayatkan oleh tujuh Imam selain Ahmad, Bukhari dan Muslim
  5. Rowahu ats-Tsalitsah untuk hadis yang diriwayatkan oleh tujuh Imam selain Ahmad, Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah 
  6. Muttafaqun 'alaih untuk hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim 
Kitab penjelasnya 
Banyak ulama yang kemudian menyusun kitab penjelasan atas Kitab Bulughul Maram. Yang paling masyhur adalah Subulus Salam karya Muhammad bin Ismail al-Amir ash-Shan’ani. Kitab Subulus Salam sendiri merupakan ringkasan dari kitab Al-Badrut Tamam karya Al-Husain bin Muhammad al-Maghribi. Di antara kitab syarh (tafsir, penjelas) Bulughul Maram yang lain adalah: Ibanatul Ahkam, karya Abu Abdullah bin Abdus Salam Allusy Tuhfatul Ayyam fii Fawaid Bulughil Maram, karya Samy bin Muhammad Minhatul ‘Allam, karya 'Abdullah bin Shalih Fauzan Syarah Bulughil Maram, karya Athiyyah Muhammad Salim Terjemahan kitab Bulughul Maram ke dalam Bahasa Indonesia berikut keterangan dan penjelasannya telah diupayakan oleh Ustadz Ahmad Hassan dan diselesaikan beberapa bulan sebelum wafatnya pada tahun 1958; kini diterbitkan dengan judul Tarjamah Bulughul Maraam.

Berikut beberapa kitab berisi petikan hadits-hadits  populer dari kitab Bulughul Maram:

Sunday, June 10, 2018

Pengertian, Pembagian, dan Hadits FIQH seputar Thaharah




THAHARAH merupakan perintah agama untuk bersuci dari hadas dan najis. Kedudukan bersuci dalam hukum Islam termasuk amalan yang penting lantaran salah satu syarat sah salat adalah diwajibkan suci dari hadas dan najis.

Thaharah tak sekadar bersih-bersih badan. Tak setiap yang bersih pun pasti sudah suci. Lebih dari itu, suci dari hadas adalah melakukannya dengan berwudu, mandi, ataupun tayamum.

Sementara suci dari najis adalah menghilangkan kotoran yang ada di badan, pakaian, dan tempat.

Agar ibadah dapat diterima oleh Allah SWT sekaligus terhindar dari berbagai penyakit, simak pengertian thaharah dan pembagiannya menurut syara' atau peraturan Allah.

Hukum thaharah itu sendiri wajib dan telah disampaikan oleh Allah melalui firmanNya:

"Hai orang-orang beriman, apabila kalian hendak melaksanakan salat, maka basuhlah muka dan tangan kalian sampai siku, dan sapulah kepala kalian, kemudian basuh kaki sampai kedua mata kaki." (Al-Maidah:6).

"Dan, pakaianmu bersihkanlah." (Al-Muddatstsir:4).

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri." (Al-Baqarah:222).

Macam-macam Thaharah atau Bersuci
Thaharah terbagi menjadi dua bagian:

A. Thaharah Ma'nawiyah
Thaharah ma'nawiyah merupakan bersuci rohani misalnya membersihkan segala penyakit hati yaitu iri, dengki, riya dan lainnya.

Pasalnya, thaharah ma'nawiyah ini penting dilakukan sebelum melakukan thaharah hissiyah, karena ketika bersuci harus dalam keadaan bersih dari sifat-sifat sirik tersebut.

B. Thaharah Hissiyah
Thaharah hissiyah adalah bersuci jasmani, atau membersihkan bagian tubuh dari sesuatu yang terkena najis (segala jenis kotoran) maupun hadas (kecil dan besar).

Untuk membersihkan dari najis dan hadas ini, bisa dilakukan dengan menggunakan air seperti berwudu, mandi wajib, serta tayamum (bila dalam kondisi tidak ada air).

Akan tetapi, air yang boleh dipakai untuk bersuci juga bukan sembarang air. Penjelasnnya adalah di bawah ini:

1. Jenis Air untuk Thaharah
Air yang dapat digunakan untuk bersuci adalah air bersih (suci dan mensucikan) yang turun dari langit atau keluar dari bumi dan belum pernah dipakai bersuci, di antaranya:

  • Air hujan
  • Air sumur
  • Air laut
  • Air sungai
  • Air salju
  • Air telaga
  • Air embun
2. Pembagian Air untuk Thaharah
Pengertian thaharah dan pembagiannya juga ditinjau dari segi hukum Islam dengan mengelompokkan jenis air yang diperbolehkan maupun tidak dalam bersuci. Air tersebut dibagi menjadi empat yaitu:

Air suci dan menyucikan, yaitu air mutlak atau masih murni dapat digunakan untuk bersuci dengan tidak makruh (digunakan sewajarnya tidak berlebihan).

Air suci dan dapat menyucikan, yaitu air musyammas (air yang dipanaskan dengan matahari) di tempat logam yang bukan emas.

Air suci tapi tidak menyucikan, yaitu air musta'mal (telah digunakan untuk bersuci) menghilangkan hadas atau najis walau tidak berubah rupa, rasa dan baunya.

Air mutanajis, yaitu air yang kena najis (kemasukan najis), sedangkan jumlahnya kurang, maka tidak dapat menyucikan.

Air haram, yaitu air yang diperoleh dengan cara mencuri (ghashab), atau mengambil tanpa izin, sehingga air itu tidak dapat menyucikan.

Tata Cara Thaharah

1. Mandi Wajib
Mandi atau ghusl merupakan syarat mutlak ketika bersuci, istilah mandi wajib dalam thaharah yaitu mengalirkan air ke seluruh tubuh dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Mandi wajib ini harus dibarengi dengan membaca niat yang menyucikan diri dari hadas kecil dan besar seperti kutipan dari NU Online yaitu:

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ اْلحَدَثِ اْلأَكْبَرِ مِنَ اْلِجنَابَةِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى
"Nawaitul ghusla liraf'il-hadatsil-akbari fardhal lillaahi ta'aala. - Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari janabah, fardhu karena Allah ta'ala."

Menurut madzhab Syafi'i, saat pertama membaca niat harus dibarengi dengan menyiram tubuh dengan air secara merata.

Kedua, mengguyur seluruh bagian luar badan, tak terkecuali rambut dan bulu-bulunya. Sedangkan bagian tubuh yang berbulu atau berambut harus dengan air mengalir.

2. Berwudu
Sementara itu, thaharah dengan berwudu menurut syara' adalah untuk menghilangkan hadas kecil ketika akan salat.

Orang yang hendak melaksanakan salat sudah wajib hukumnya melakukan wudu, karena berwudu merupakan syarat sahnya salat.

Thaharah berwudu juga sama halnya dengan mandi wajib yang diawali dengan membaca niat wudu seperti ini:

نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَصْغَرِ فَرْضًاِللهِ تَعَالَى
"Nawaitul wudhuu'a liraf'il-hadatsil-ashghari fardhal lillaahi ta'aalaa. - Artinya: Aku niat berwudu untuk menghilangkan hadas kecil karena Allah."

Kemudian melaksanankan fardu wudu enam perkara, di antaranya:

  1. Niat
  2. Membasuh seluruh muka
  3. Membasuh kedua tangan sampai siku-siku
  4. Mengusap sebagian rambut kepala
  5. Membasuh kedua belah kaki sampai mata kaki
Tertib, artinya mendahulukan mana yang harus dahulu dan mengakhirkan yang harus diakhiri.

3. Tayamum
Thaharah tayamum ini merupakan cara yang menggantikan mandi dan wudu, apabila dalam kondisi tidak ada air.

Syarat tayamum adalah menggunakan tanah yang suci tidak tercampur benda lain. Lalu diawali niat

نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لاِسْتِبَاحَةِ الصَّلاَةِ فَرْضً ِللهِ تَعَالَى
"Nawaitu tayammuma lisstibaahatishsholaati fardhol lillaahi taala. - Artinya: Saya niat tayamum agar diperbolehkan melakukan fardu karena Allah."

Setelah membaca niat, dilanjut dengan meletakkan dua belah tangan ke atas debu misalnya debu pada kaca atau tembok dan usapkan ke muka sebanyak dua kali.

Dilanjut mengusap dua belah tangan hingga siku sebanyak dua kali juga, dan memindahkan debu kepada anggota tubuh yang diusap.

Yang dimaksud mengusap bukan sebagaimana menggunakan air dalam berwudu, tatapi cukup menyapukan saja bukan mengoles-oles seperti memakai air.

Dengan begitu pengertian Thaharah dan pembagiannya ini wajib dipahami sebagaimana mestinya, karena sewaktu-waktu sudah pasti diperlukan.

Berikut adalah kumpulan hadits-hadits FIQH dari Kitab Bulughul Maram seputar Thaharah:

SEPUTAR WUDHU

Saturday, June 9, 2018

Pengertian, Kewajiban, dan Hadits FIQH seputar Shalat



Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, 
إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَاباً مَّوْقُوتاً
“Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisaa’: 103) “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah:43) 

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: 
“Islam dibangun atas 5 hal: Syahadat bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah kemudian mendirikan shalat, menunai-kan zakat, melaksanakan hajji ke Tanah Haram (Makkah) dan shaum di Bulan Ramadhan.” [H.R. Bukhari dan Muslim] 

Ayat-ayat dan hadits di atas menunjukkan tingginya posisi shalat dalam Islam dan sebagai salah satu rukunnya yang terpenting setelah syahadatain. Shalat juga merupakan amal yang paling afdhal setelah syahadatain, hal ini dikarenakan shalat adalah satu-satunya ibadah yang paling lengkap dan paling indah yang mengumpulkan berbagai macam bentuk ibadah. Shalat juga merupakan ibadah yang pertama kali diperintahkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam kepada seorang muslim.

Shalat lima waktu hukumnya fardhu ‘ain berdasarkan al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma’. Allah memfardhukan shalat di malam mi’raj dari langit ketujuh. Hal ini menunjukkan tingginya kedudukan dan kewajiban shalat.

Hadits-hadits yang menjelaskan tentang shalat 5 waktu beserta bilangan roka’atnya dan semua sifat gerakannya, telah mencapai derajat mutawatir ma’nawi. Dan segala sesuatu yang dinukil secara mutawatir itu harus diterima oleh setiap muslim dan siapa pun yang menentang atau menolaknya, maka ia kafir. 

Berikut adalah kumpulan hadits-hadits FIQH dari kitab Bulughul Maram seputar Shalat:


Tuesday, May 31, 2016

Ihya Ulumuddin, Kitab Dzikir dan Doa



بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Segala puja dan pujian hanya bagi Allah yang Mahatinggi lagi Mahakuasa, yang melengkapi kasih sayang-Nya, yang mengampuni dosa dan menerima taubat, yang rahmat-Nya mencakup segala sesuatu nikmat 
yang diberikan kepada hamba-Nya tak terhitung banyaknya. 


Allah SWT berfirman;

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُواْ لِي وَلاَ تَكْفُرُونِ
(faudzkuruunii adzkurkum wausykuruu lii walaa takfuruuni) 
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni'mat)-Ku.” (QS Al-Baqarah [2]:152). 

 ~ Ingatan Allah kepada hamba-Nya adalah berupa rahmat serta ampunan-Nya.

Segala puja dan pujian hanya bagi Allah yang Mahatinggi lagi Mahakuasa,yang melengkapi kasih sayang-Nya, yang mengampuni dosa dan menerima taubat, yang rahmat-Nya mencakup segala sesuatu nikmat yang diberikan kepada hamba-Nya tak terhitung banyaknya.

Maka berfirman Allah SWT;

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُواْ لِي وَلاَ تَكْفُرُونِ
(faudzkuruunii adzkurkum wausykuruu lii walaa takfuruuni) 
Dan, digalakkan-Nya mereka meminta dan berdo’a dengan amar-Nya, yaitu dalam firman-Nya;

ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
(ud'uunii astajib lakum) 
"Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu..." (QS Al-Mu’min [40]:60)

Maka diberi-Nya harapan kepada orang yg tha’at dan orang yg ma’siat, orang dekat dan yg jauh, menghamparkan diri kehadhirat keagungan-Nya, dengan mengangkatkan segala hajat dan cita-cita, dengan firman-Nya;

قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ
(fa-innii qariibun ujiibu da'wata alddaa'i) 
"Maka sesungguhnya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku.." (QS Al-Baqarah [2] : 186)

Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam, pemberi kabar gembira dan peringatan, yang telah mengeluarkan manusia dengan da’wahnya dari menyembah taghut dan berhala kepada menyembah RABB-nya manusia.., Allah Yang AHAD..Tuhan yang satu..yg tiada duanya. Begitu juga shalawat dan salam semoga tercurah kepada keluarga Ahlul Bait dan sahabat-teman-teman-nya yg baik dan jujur. Dan sejahteralah kiranya dengan kesejahteraan yg banyak.

Kemudian dari itu, sesudah tilawah Kitabullah ‘Azza wa Jalla, maka tiadalah ibadah yg dikerjakan dengan lisan yg lebih utama, daripada mengingat (berdzikir) kepada Allah Ta’ala dan mengangkatkan hajat dengan berbagai macam do’a munajah yg ikhlas kepada Allah Ta’ala.

Kemudian secara terperinci tentang bentuk dzikir dan uraian keutamaan do’a, syarat-syarat dan adabnya. Dan me-naqal-kan do’a-do’a yg diterima dari Nabi dan para sahabat, yang mengumpulkan segala maksud dari urusan agama maupun duniawi. Dan do’a-do’a tertentu untuk meminta ampunan, perlindungan dan lain-lain.

Semuanya itu akan di uraikan dalam 5 (lima) Bab yang meliputi:

  1. Bab Pertama; Tentang Keutamaan Dzikir dan Faedahnya..,
  2. Bab Kedua; Tentang keutamaan Do’a dan Adabnya, Keutamaan Istighfar (meminta ampunan kepada Allah Ta’ala) dan bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
  3. Bab Ketiga; Tentang Do’a-doa Pilihan yang diterima dari para Shahabat (Do’a Ma’tsur) dan yang disandarkan kepada yg memilikinya dan sebab-sebab dari do’a itu.
  4. Bab Keempat; Tentang Do’a-do’a pilihan yg dihilangkan sandarannya (al-isnad), dari do’a-do’a yg diterima dari Shahabat.
  5. Bab Kelima; Tentang do’a-do’a yg diterima dari para Shahabat, ketika terjadi peristiwa-peristiwa tertentu.
Simak pembahasan Kitab Al-Ihya di sini

Dipetik dari tulisan: al-Imam Al-Ghazali dalam bukunya: “IHYA’-ULUMIDDIN”  (Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama) dan Kitab “MUKASYAFAH AL -QULUB

Folder Arsip

Loading...

Rekam Arsip

Rekomendasi Arsip

Followers